UG University

UG University

Minggu, 26 April 2015

Contoh Kasus Investasi Bodong di Indonesia

Kembali Investasi Bodong Emas Oleh GAMA

30 MAR 2013   DIBACA:2492   OLEH:RACHMAT

Kasus investasi bodong emas seperti tak ada habisnya. Hari ini terungkap, besok ada lagi kasus lain yang terulang dan investor kembali terjebak. Berdasarkan catatan total dana nasabah yang tersangkut di berbagai investasi bodong ataupun investasi yang masuk kategori mencurigakan minimal mencapai Rp 45 triliun. Tidak ada habisnya, bisnis jual beli emas berbalut skema investasi terus memakan korban. Setelah PT Golden Traders Indonesia Suariah (GTIS), Raihan Jewellery dan PT Asian Gold Concept (AGC), kali ini giliran PT Graha Arthamas Abadi (GAMA) yang mengalami gagal bayar bonus ke nasabah.
Salah satu agen GAMA  mengatakan, manajemen GAMA, agen dan perwakilan investor telah menggelar rapat. Dari hasil rapat, manajemen GAMA mengakui telah terjadi kesalahan pengelolaan dana para nasabah. Dana nasabah yang berhasil dikumpulkan GAMA tak disimpan di satu rekening perusahaan, tapi terpisah dalam beberapa rekening pribadi manajemen perusahaan. Karena itu, GAMA tidak lagi bisa membayar bunga tetap yang dijanjikan kepada nasabah sebesar 2,5% per bulan sejak pertengahan Maret ini. Dana nasabah yang masih menyangkut di GAMA sekitar ratusan miliar. Dalam rapat, manajemen terkesan tidak bersedia bertanggung jawab untuk mengembalikan dana nasabah.
Sejumlah nasabah dan agen yang meminta garansi agar uang mereka kembali justru dilaporkan kepada polisi oleh manajemen dengan tuduhan telah menyandera manajemen di kantor GAMA yang berlokasi di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Para agen dan nasabah lantas melakukan pelaporan tandingan kepada Polsek Kelapa Gading. Setidaknya sudah ada sekitar 30 nasabah yang melapor. Dalam situs gamajewellery.co.id, GAMA menawarkan empat produk investasi logam mulia. Keempat produk itu emas on the spot, emas berbasis kontrak fisik, emas berbasis pembiayaan dan emas paralel. Skema dan minimal pembelian emas berbeda untuk tiap produk.   

Berikut daftar sejumlah investasi berimbal hasil tinggi yang ternyata menawarkan janji palsu dan malah menelan dana nasabah atas nama emas
Indonesia memang surga bagi orang-orang yang berniat melakukan penipuan investasi. Jadi jangan heran bila tawaran investasi bodong berimbal hasil selangit masih saja marak. Tidak hanya tawaran investasi di agrobisnis ataupun sistem koperasi yang lebih dulu berkembang. Belakangan, juga marak tawaran investasi komoditas emas. Celakanya, meski imbal hasilnya tak wajar, tawaran investasi tersebut tetap saja menggoda masyarakat. Bahkan dana yang terkumpul pun sungguh dahsyat hingga triliunan rupiah.
Yang teranyar, tawaran investasi emas dari Raihan Jewellery mencuat ke permukaan. Ini setelah nasabahnya melaporkan pengurus Raihan ke polisi lantaran bonus yang dijanjikan tak lagi menetes sejak Januari 2013. Selain itu, Raihan juga mangkir untuk membeli kembali emas dari investor. Sejak beroperasi tahun 2010, Raihan Jewellery diperkirakan telah mengumpulkan dana masyarakat tak kurang dari Rp 13,2 triliun lewat penjualan 2,2 ton emas.
Belum lagi, dana yang dihimpun Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Nasabah GTIS yang menawarkan skema investasi emas syariah ini tengah resah setelah kabar santer mengatakan pendiri sekaligus Direktur Utama GTIS, Michael Ong, membawa kabur duit nasabah ke luar negeri. Tak tanggung-tanggung, kabarnya dana nasabah yang dihimpun GTIS mencapai Rp 10 triliun. Keresahan nasabah mulai berdengung ketika mereka tidak bisa mencairkan invoice yang jatuh tempo sejak 25 Februari.
Sebelumnya, Virgin Gold Mining Corporation (VGMC) juga "sukses" menggalang dana  besar dari investor. Perusahaan yang mengklaim memiliki pertambangan emas di Afrika dan Amerika Latin ini memiliki sekitar 40.000 nasabah dengan dana sekitar Rp 500 miliar. VGMC telah dilaporkan nasabahnya ke OJK karena tidak lagi mendapatkan dividen yang dijanjikan. Kini GAMA, setelah GAMA siapa lagi?

Analisis: Di sinilah pentingnya edukasi terhadap masyarakat bagaimana cara berinvestasi yang benar. Di satu sisi, maraknya investasi bodong menunjukkan dana yang di keluarkan oleh masyarakat cukup besar, tetapi sayangnya belum paham bagaimana memilih cara berinvestasi yang aman dan benar, misalnya melalui pasar modal dalam yang terpercaya dan terjamin keamananya. Pengajaran yang intensif tidak terlalu efektif, jika tidak dibarengi oleh pengawasan investasi secara ketat.

Sumber:
www.kontan.co.id
http://www.seputarforex.com/artikel/forex/lihat.php?id=121084&title=kembali_investasi_bodong_emas_oleh_gama . (Di akses 26 April 2015)

Minggu, 05 April 2015

PENGARUH INFLASI TERHADAP PENGANGGURAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam indikator ekonomi makro terdapat tiga hal utama yang menjadi pokok permasalahan ekonomi dalam suatu negara, antara lain yakni Pertumbuhan ekonomi, Inflasi dan Pengangguran. Dalam pertumbuhan ekonomi dapat dilihat, jika angka pertumbuhan positif dapat dikatakan bahwa perekonomian negara yang berkaitan ckup baik, namun sebaliknya jika angka pertumbuhan ekonomi negatif maka perekonomian negara yang bersangkutan dalam keadaan yang tidak cukup baik.
Inflasi  merupakan keadaan dimana kenaikan harga barang dan atau jasa yang berlaku secara umum dan terus – menerus sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Inflasi merupakan permasalahan ekonomi  yang sangat melekat pada setiap negara yang ada didunia ini. Pada dasarnya inflasi bukanlah hal yang selalu tidak diharapkan, jika suatu negara dapat ‘mengolah’ inflasi dengan baik maka keuntunganpun juga bisa didapat, sebab inflasi suatu negara dengan tingkat kurang dari 4%  mampu memicu pertumbuhan penawaran agregat, karena kenaikan harga akan mendorong produsen untuk meningkatkan outputnya. Namun jika inflasi dibiarkan begitu saja maka beberapa masalah akan muncul antara lain melambatnya pertumbuhan ekonomi, berkurangny gairah investor dalam menanam modal pada negara tersebut, pendapatan riil yang merosot, kesenjangan distribusi pendapatan dan lain-lain. Pengangguran adalah suatu kondisi di mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Masalah ekonomi makro satu inilah yang paling sering dijumpai terutama pada negara berkembang, di Indonesia misalnya. Sehingga tidak diherankan apabila setiap tahunnya negara ini selalu mengalami peningkatan “sumbangan pengangguran”. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Adapun secara umum penyebab pengangguran itu terjadi, antara lain karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.
Seorang ilmuwan, A.W Pailips  mengatakan  bahwasanya terdapat keterkaitan antara dua indikator masalah ekonomi makro ini, yakni inflasi dan pengangguran. Dan antara dua permasalahan pokok ekonomi makro ini, menurutnya terdapat korelasi negative,yang berarti suatu negara berada dikedudukan Trade off  atau imbang korban, dimana untuk bisa menjaga kestabilan ekonomi negara tersebut harus memilih, yakni inflasi tinggi dengan penganggur rendah atau sebaliknya.
Namun, bagaimanakah korelasi antara dua hal ini untuk Indonesia?, cukup representatifkah teori Philips yang didukung  dengan kurva korelasi antara pengangguran dan inflasi yang kemudian disebut kurva Philips ini untuk semua negara?. Korelasi antar kedua komponen ini sangatlah perlu untuk diketahui, hal ini penting untuk langkah yang perlu diambil dalam mengkaji permasalahan ekonomi yang berkaitan juga dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya karya tulis  “Pengaruh Inflasi Terhadap Pengangguran di Indonesia Periode 1995 – 2010” ini akan membahas mengenai korelasi antara inflasi dan pengangguran di Indonesia selama periode 1995 – 2010. Adapun maksud dari penulis memilih periode ini, karena selama periode tersebut banyak sekali gejolak ekonomi yang terjadi, mulai dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 hingga krisis yang dialami yang terjadi pada tahun 2008. Diharapka periode ini sudah cukup representative dari perekonomian di Indonesia selama ini, sehingga memudahkan peneliti untuk memberikan informasi yang cukup membantu.


1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, terdapat masalah yang harusdijawab dalam penelitian ini. Antara lain :
1.      Adakah keterkaitan antara inflasi dan pengangguran di Indonesia?
2.      Seberapa besar pengaruh inflasi terhadap pengangguran di Indonesia?
1.3  Batasan Masalah
Dalam karya ilmiah ini masalah yang dibahas hanya berorientasi pada inflasi dan pengangguran di Indonesia, pertumbuhan ekonomi, beserta keterkaitan dua komponen tersebut dengan teori yang telah mengakar di dunia perilmu ekonomian yakni teori Phillips.

1.4  Tujuan Penelitian
a.    Untuk mengetahui hubungan antara Inflasi dan Pengangguran
b.    Untuk mengetahui  pola dari keterkaitan antar dua komponen ekonomi makro tersebut
c.    Pengaruh keterkaitan antara inflasi dan pengangguran terhadap perekonomian Indonesia.



1.5  Sumber Data
Data yang dikumpulkan  dalam  penulisan ini adalah data sekunder, yaitu sumber data penulisan yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter), baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan (Indriantoro dan  Soepomo, 2002).
Metode pengumpulan data yang digunakan didalam penulisan ini adalah dengan metode:
1.      Kepustakaan
       Studi kepustakaan dilakukan dengan  jalan membaca literatur-literatur yang berkaitan dan menunjang penulisan ini, berupa pustaka cetak maupun elektronik (data-data internet).
2.        Dokumenter
       Studi dokumentasi dilakukan dengan jalan membaca laporan-laporan penulisan sebelumnya serta artikel yang diakses dari internet, buku maupun jurnal yang sesuai dengan permasalahan. Pada metode ini penulis hanya memindahkan data yang relevan dari suatu sumber atau dokumen yang diperlukan.
3.      Intuitif Subjektif
Menurut Simogaki dalam Ghofar (1999) intuitif subjektif merupakan perlibatan pendapat penulis atas masalah yang sedang dibahas.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Inflasi
inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinuitas) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai  akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Jadi, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI danGDP Deflator.

a.       Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi) dan yang ketigan adalah Inflasi Campuran (Mixed Inflation). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan ( demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu :
·         kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji
·         kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Iinflasi campuran (Mixed Inflation) yaitu inflasi yang penyebabnya campuran antara inflasi tarikan permintaan dan inflasi dorongan biaya. Inflasi permintaan dan inflasi penawaran yang terjadi sendiri-sendiri jarang sekali dijumpai dalam bentuk murni, sebab terjadinya inflasi permintaan akan mengakibatkan terjadinya unflasi penawaran yang pada gilirannya kemudian mendorong terjadinya inflasi inflasi permintaan (merupakan spiral inflation)

b.      Penggolongan
Berdasarkan asal inflasi
·         Inflasi yang berasal dari dalam negeri ( domestic inflation ), yaitu inflasi yang semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi didalam negeri (bisa karena demand pull inflation ataupun cost push inflation).
·         Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported inflation), yaitu seolah-olah negara itu mengimpor inflasi yang terjadi dinegara lain. Inflasi ini merupakan konsekuensi dari adanya perdagangan antar negara. Kalau jepang mengalami inflasi, kemungkinan besar Indonesia juga mengalami inflasi (imported inflation) karena kita banyak mengimpor mesin, bahan baku dan bahan konsumsi dari Jepang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1.     Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2.     Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3.     Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4.     Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

c.       Mengukur Inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
§  Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
§  Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
§  Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
§  Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
§  Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

d.      Dampak Inflasi
Adapun dampak dari inflasi itu sendiri selain tidak berkembangnya perekonomian suatu negara apabila inflasi yang tejadi di suatu negara terlampau tinggi, antara lain :
1.      Mendorong penanaman modal Spekulatif
2.      Menimbulkanketidakpastian keadaan ekonomi dimasa depan
3.      Menyebabkan tingginya tingkat bunga dan menurunkan investasi
4.      Menimbulkan masalah neraca pembayaran
Dampak inflasi terhadap individu masyarakat :
1.      Kesenjangan distribusi pendapatan
2.      Pendapatan riil merosot
3.      Nilai riil tabungan merosot

e.    Inflasi di Indonesia periode 1995 – 2010

Tabel 2.1.1 Data Inflasi Indonesia
No
Tahun
Inflasi
1
1995
9.0 %
2
1996
5.1 %
3
1997
10.3 %
4
1998
77.5 %
5
1999
2.0 %
6
2000
9.3 %
7
2001
12.5 %
8
2002
9.9 %
9
2003
5.2 %
10
2004
6.4 %
11
2005
17.1 %
12
2006
6.6 %
13
2007
5.4 %
14
2008
11.1 %
15
2009
2.78 %
16
2010
6.96 %
Sumber : Badnan Pusat Statistik, Indonesia

2.2 Pengangguran
Pengangguran  adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

a.       Jenis dan macam pengangguran
a.a Berdasarkan jam kerja
Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
§ Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
§ Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
§ Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
a.b Berdasarkan penyebab terjadinya
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:
§ Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
§ Pengangguran konjungtural (cycle unemployment)
Pengangguran konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
§ Pengangguran struktural (structural unemployment)
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:
1.Akibat permintaan berkurang
2.Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
3.Akibat kebijakan pemerintah
§ Pengangguran musiman (seasonal Unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian.
§ Pengangguran siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
§ Pengangguran teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
§ Pengangguran siklus
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand).
b.      Penyebab pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

c.       Pengangguran di Indonesia
Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan
Setiap tahunnya. Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of unemployment). Berikut adalah data yang diperoleh penulis berkaitan dengan tingkat pengangguran di Indonesia.
Tabel 2.2.1 Data pengangguran di Indonesia periode 1995 - 2010
No
Tahun
Tingkat Pengangguran
1
1995
7.2 %
2
1996
4.9 %
3
1997
4.7 %
4
1998
5.5 %
5
1999
6.4 %
6
2000
6.1 %
7
2001
8.0 %
8
2002
9.1 %
9
2003
9.6 %
10
2004
9.9 %
11
2005
10.3 %
12
2006
10.3 %
13
2007
9.1 %
14
2008
8.39 %
15
2009
8.14 %
16
2010
7.14 %
Sumber : Badnan Pusat Statistik, Indonesia

2.3 Kurva Philips
Pada saat terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat tahun 1929, terjadi inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi pula. Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran secara berkelanjutan. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.

        Kurva Phillips adalah kurva yang menunjukkan adanya korelasi antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi.Menrut A.W Phillips, korelasi antara tingkat inflasi dan pengangguran adalah negative. Suatu negara dihadapkan pada suatu pilihan ( Trade Off atau imbang korban atau harga yang harus dibayar ), yaitu bila negara tersebut menghendaki inflasi yang rendah maka konsekuensinya yang didapat yakni tingkat pengangguran yang semakin meningkat, dan bila negara tersebut menghendaki pengangguran yang rendah sebagai konsekuensinya inflasi yang dihadapi haruslah tinggi. Dan menurut Phillips, tidak bisa suatu negara mengehendaki keadaan dimana inflasi rendah dan tingkat pengangguran yang juga rendah.

2.4 Inflasi dan Pengangguran di Indonesia periode 1995-2010
A.W Philips mampu mengintepretasikan kurva Phillips sebagai representasi dari keterkaitan antara inflasi dan pengangguran dalam penelitiannya di sebuah negara. Perilaku yang ditampakkan dari dua komponen ini di asumsikan oleh Phillips bahwa suatu inflasi ada ataupun meningkat karena adanya peningkatan Agregat Demand . Namun, hal yang tercermin dalam kurva Phillips ini tidak cukup mampu menggambarkan perilaku maupun pola dari keterikatan antara inflasi dan pengangguran di negara – negara berkembang pada umumnya dan di indonesia pada khususnya. Hal ini nampak pada pola yang tidak dapat terbaca .

2.5 Pengaruh Inflasi terhadap Pengangguran di Indonesia periode 1995-2010
A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agre-gat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka, pengangguran berkurang.
Menggunakan pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia kurang tepat. Hal ini didasarkan pada hasil analisis tingkat pengangguran dan inflasi di Indonesia dari tahun 1995 hingga 2010, ternyata secara statistik maupun grafis tidak ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran (lihat hasil analisis statistik di bawah ini).
Berbeda dengan di Indonesia, adanya kenaikan harga-harga atau inflasi pada umumnya disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi misalnya naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena kenaikan permintaan. Dengan alasan inilah, maka tidaklah tepat bila perubahan tingkat pengangguran di Indonesia dihubungkan dengan inflasi. Karena itu, perubahan tingkat pengangguran lebih tepat bila dikaitkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Sebab, pertumbuhan ekonomi merupakan akibat dari adanya pe-ningkatan kapasitas produksi yang merupakan turunan dari peningkatan investasi.






BAB III
PENUTUPAN
3.1  Kesimpulan
setelah penulis membandingkan mengenai pola hubungan antara inflasi dan pengangguran di Indonesia dengan teori Phillips yang dikemukakan oleh A.W Phillips , hasilnya tidak dapat dikaitkan ataupun dihubungkan dengan teori tersebut. Artinya, teori Phillips tidak berlaku di negara-negara berkembang terutama untuk Indonesia. Hal ini disebabkan karena Phillips menggunakan asumsi untuk teorinya bahwa inflasi sangat dipengaruhi oleh agregat demand atau permintaan agregat, padahal di negara – negara berkembang, utamanya Indonesia inflasi lebih dipengaruhi oleh niaya produksi. Jika menurut Phillips saat teradi inflasi, perusahaan akan berupaya meningkatkan outputnya demi memenuhi kebutuhan pasar, asumsi agregat demand, sehingga perusahaan akan berupaya meningkatkan sumber daya atau tenaga kerja demi memenuhi kebutuhan masyarakat, akibatnya pengangguran kian menurun, karena dianggap dalam jangka pendek nilai nominal yang dibayarkan perusahaaan kepada tenaga kerja meskipun tetap  namun nilai riil upah yang dibayarfkan tersebut menurun.
Akan tetapi berbeda dengan Indonesia, seperti yang disebutkan di atas, inflasi terjadi karena menigkatnya biaya produksi, sehingga secara tidak langsung harga bahan untuk memenuhi output atau permintaan pasar juga meningkat, sehingga perusahaan akan berupaya menekan biaya produksi guna efisiensi perusahaan, akibatnya demi menjaga efisiensi tersebut salah satu langkah yang bisa ditempuh oleh perusahaan adalah mengurangi tenaga kerja dan mengganti dengan mesin, sehingga biaya yang dianggarkapun juga berkurang, dalam artian perusahaan harus mengurangi tenaga keranya dengan cara mem PHK. Namun hal ini tidak dapat diartikan, bahwa di Indonesia hubungan antara inflasi dan pengangguran adalah positip, sebab dalam kenyataannya di Indonesia tidak ada hubungan yang pasti antara inflasi dan pengangguran.

3.2  Saran
Saran ditujukan tidak hanya pada pemerintah, tetapi juga pada para mahasiswa pada umumnya, dan mahasiswa Ekonomi pada khususnya yang dianggap sebagai calon penerus bangsa, dan juga sebagai Social Control agar setiap periode mengkaji hubungan antara komponen-komponen yang terkait antara pengangguran, sehingga pola antara indikator tersebut dapat terbaca untuk bisa membantu langkah-langkah yang perlu di ambil oleh pemerintah guna mengatasi pengangguran dan inflasi.


SUMBER: 

http//amriamir.files.wordpress.com/200809inflasi-dan-pengangguran-di-indonesia-1.pdf/, 5 April 2015 pukul 17.00 WIB. Depok.

Designed By Blogger Templates